"I believe, a shine in your eyes"

Arrrggghhhh kalimat itu membuatku dua hari ini waspada terhadap keadaan sekitar. Dan ini kali pertama aku mendapatkan kartu bertuliskan kalimat tanpa nama.

Yach, hal yang membuatku takut belakangan ini, bagaimana tidak? Aku mendapat kan kartu berwarna biru muda dengan tulisan yang sama, di tempat yang sama. "Bangku Tempat Aku Duduk di Kelas".

"Jangan-jangan ada yang neror aku? Tapi kalau neror kenapa kalimatnya seperti itu?" Aku duduk sembari menimang-nimang kartu yang ku dapat.

Dan hari ini aku mendapatkan kartu yang ke dua, tetapi kali ini berbeda, hanya tertera simbol dengan huruf yang tak ku mengerti

                                                (€)===> GDHAGENANDRDAMREAA

"Apa ini maksudnya?" Ya Allah aku semakin bingung.

                                                                        000000

Pagi ini ujian Ilmu Komunikasi, beberapa temanku di panggil Dosen ke ruangannya untuk mengambil soal ujian.

Soal pun dibagikan Garma, Edi dan Evi, dan saat aku terima, ternyata aku mendapatkan kartu biru muda itu lagi. Segera aku buka kartu tersebut.

"Maafkan aku...".

                                                   (€)===> GDHAGENANDRDAMREAA

Cepat-cepat ku masukkan kartu itu ke dalam tasku. Karena aku tidak mau nantinya sang Dosen Killer menyuruhku keluar ruangan.

Aku tak pernah berani cerita hal ini ke siapapun, tak terkecuali para sahabatku Nina dan Icha. Aku tak mau melibatkan mereka dalam hal ini.

Fiuhhh... Ku rebahkan tubuhku di atas kasur kesayanganku. Segera setelah itu aku menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dan melaksanakan kewajibanku siang ini.

Sejenak ku lupakan kartu misterius itu kala ku berdialog dengan Penciptaku. Tapi setelah itu, rangkaian kalimat seperti sebelumnya kembali lagi terngiang di otakku.

"I believe, a shine in your eyes". Astaghfirullahaladzim.

                                                                            000000

Aku menuju perpustakaan untuk mencari buku guna mengerjakan tugas  yang akan dikumpulkan minggu depan. Saat aku ingin memasukkan buku yang aku pinjam ke dalam tas, aku menemukan sebuah kartu. Kali ini berbeda, kartu yang aku dapat berwarna kuning muda.

Jika huruf-huruf yang anda lihat dikalikan dengan huruf-huruf yang bersama-sama saling membutuhkan. Dan jika matahari tercipta tidak hanya satu melainkan tercipta sejumlah kartu berwarna biru muda dengan abjad X , lalu akankah sebanyak itukah sinarnya??

Jika sinar itu berada di Kutub Selatan dan Kutub Utara, mengapa harus ada tanda baca yang memisahkannya?

Dan jika sebab itu tadi menjadi ada, maka mungkinkah dia terbagi seperti untaian Zamrud Hijau yang selalu kau nantikan?

                                                    (€)===> GDHAGENANDRDAMREAA

"Haddeh, dia lagi yang mengirimi kartu? Apa sih yang dia bicarakan? Bikin pusing aja". Sambil menghela nafas kesal aku masukkan lagi kartu itu ke dalam tas.

                                                                      000000

Pip, Pop, Pip, Pop. Ku mainkan lampu belajarku berulang kali.

"Aduhh, gimana ini?? Tugas ini  rumit amat, mana lusa dikumpulin lagi."

"Padahal besok masih ada tugas lain yang harus aku kerjakan, gak mungkin aku ngurusin tugas ini doank." Ucapku sambil dari tadi berusaha bikin soal yang tepat.

Tengah malam akhirnya selesai juga. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Tertera sebuah pesan singkat di layar ponsel.

"Sinar itu redup hari ini."
                                                            
                                                        (€)===> GDHAGENANDRDAMREAA

Sms dari nomor yang tak kukenal. Aduhh.. Dari dia lagi? Segera ku matikan ponselku.

000000

Pagi ini aku terburu-buru memasuki kelas, dan saat aku masuk, semua mata tertuju padaku. Bagaimana tidak? Tak pernah aku seterlambat ini. Beruntung Dosen tidak bisa hadir.

"Beruntung kamu Zen." Celetuk Nina dan Icha.

"Zena, tumben.. Abis begadang?" Ucap Garma. Belum sempat aku jawab, Edi memotong.

"Hahahahaha, semalem ngerjain tugas ya."

Aku hanya tersenyum melihat teman-temanku.

Hari ini aku tak mendapatkan kartu itu. Sempat terpikir mungkin tuh orang capek nulisnya. Ahh biarin aja, hidupku tenang sekarang.

Beberapa hari ini rasanya bebanku hilang. Tapi... Saat aku dari kantin dan menuju kelas, kartu berwarna kuning muda berada di atas tempat dudukku. Kartu itu hanya berisi serpihan kelopak mawar putih yang menempel disana. Dan masih meninggalkan teka-teki yang sama 
                                                            (€)===> GDHAGENANDRDAMREAA

Segera aku simpan ke dalam tas dan berlari menemui Rievan di Fakultas sebelah.

Rievan yang notabene kakak sepupuku hanya ketawa ngakak setelah aku tunjukkin beberapa kartu dari penggemar misterius itu padanya.

"Jadi, adikku yang satu ini punya penggemar juga?" Sambil masih ketawa ngakak.

"Iiihh, udah deh mas, aku ini serius. Bantuin kek adikmu ini yang lagi ketakutan malah ngetawain kayak gitu, ngakak pula." Ucapku sambil manyun.

"Hehehehehe, iya iya dek, bentar deh, penggemarmu ini unik juga ya, pake sandi-sandi gini, coba kamu tanya ke guru Pramuka SMA." Ucapnya asal.

"Maaass!" Teriakku pelan sambil melototinnya.

Lagaknya aksi sedikit marahku berhasil bikin kakak sepupuku itu berhenti ketawa dan mulai mengamati satu per satu kalimat yang tertera di tiga kartu biru muda dan dua kartu kuning muda. Alisnya mulai naik turun saat berusaha menebaknya.
                                                                          000000

"Masih ingat kalimat Jodie Starling di comic Detektif Conan edisi 42? When you have eliminated the impossible, whatever remains, however improbable, must be the truth." Mas Rievan megucapkan kalimat itu sambil menatapku serius.

"Walaupun hal yang tersisa setelah kau menyingkirkan hal yang mustahil adalah hal yang mustahil pula itulah keberannya." Jawabku kemudian.

"Yap tepat!! Patokannya adalah hal yang berbeda dari biasanya. Walaupun itu hal sepele yang bisa dilakukan oleh siapapun, kalau berbeda dengan biasanya, itu masalah besar! Karena tak ada yang lebih ganjil daripada hal yang biasa. Rievan berkata sambil membenarkan letak kacamatanya.

"Jadi orang itu, ingin bermain detektif-detektifan denganku?" Tanyaku lagi.

"Yakk, kemungkinan dia adalah orang yang telah mengenalmu sejak lama dek, karena hanya orang yang mengenalmu sejak lama lah yang pasti hafal dengan hobimu membaca comic Conan, mungkin dia ingin menguji naluri detektifmu." Mas Rievan kembali menatapku serius.

"Yang tau aku hobi baca Conan, cuma kamu ama teman-temanku dikelas." Jawabku.

"Oke.. Berarti kita persempit kemungkinan, bahwa orang itu adalah salah satu temen sekelasmu, mengingat dimana kamu mendapatkan kartu-kartu itu. Beberapa kamu dapatkan di atas mejamu di kelas, dan hanya satu kartu saat berada di perpustakaan." Celoteh Mas Rievan.

"Lantas sipa Mas? Tunggu dulu..." Mataku terhenti pada simbol (€).

Jari telunjukku aku letakkan pada simbol (€). "Bukankah ini lambang mata uang Euro?"

"Itu berarti, orang yang ngirimi kamu kartu, inisialnya E." Selidik Mas Rievan.

"Edi.. Tapi gak mungkin, dia uda punya cewek, Erna atau Evi? Gak mungkin juga, mereka kan cewek." Dengusku kesal.

"Bukan dek, bukan inisial nama panggilan tapi.. Coba kamu baca lagi kalimat ini :

Jika huruf-huruf yang anda lihat dikalikan dengan huruf-huruf yang bersama-sama saling membutuhkan. Dan jika matahari tercipta tidak hanya satu melainkan tercipta sejumlah kartu berwarna biru muda dengan abjad X , lalu akankah sebanyak itukah sinarnya?? Itu berarti GDHAGENANDRDAMREAA". Mas Rievan kembali berpikir.

"Huruf-huruf yang bersama dan saling membutuhkan? Jumlahnya 18, kalau bersama, coba dikelompokkan menjadi tiga :

                                                                    GDH
                                                                    AGE
                                                                   NAN
                                                                   DRD
                                                                   AMR
                                                                   EAA


Gini mungkin mas". Sambil mencoret-coret di kertas.

"Jika matahari tidak hanya satu, tercipta sejumlah kartu berwarna biru muda, kamu dapat tiga kartu warna biru muda kan? Terus abjad X, itu berarti jumlah huruf tadi 18 x 3 = 54. Hitung Mas Rievan

"Lalu sebanyak itu sinarnya? Berarti gak mungkin ada 54 matahari. Kalimat berikutnya :
Jika sinar itu berada di Kutub Selatan dan Kutub Utara, mengapa harus ada tanda baca yang memisahkannya? Itu apa maksudnya Mas?". Tanyaku pada Mas Rievan.

"Kutub Selatan dan Kutub Utara merupakan dua Kutub kembar. Kembar=2, mengapa harus ada tanda baca yang memisahkan, tanda X (kali) sudah kita gunakan, berarti tanda : (bagi). 54:2 = 27". Sambil tersenyum simpul Mas Rievan padaku.

"Dan jika sebab itu tadi menjadi ada, maka mungkinkah dia terbagi seperti untaian Zamrud Hijau yang selalu kau nantikan? Zamrud Hijau yang aku nanti? Aku tak pernah terpikirkan tentang batu Zamrud." Kataku heran.

"Bukan batu dek, tapi hal yang selalu kamu nanti! Atau mungkin yang selalu kamu lihat, kamu tunggu.." Belum selesai Mas Rievan menyelesaikan kalimatnya, aku pun berkata,

"Setiap hari aku selalu menyempatkan untuk melihat tiga pohon besar di area Kampus tempat para Mahasiswa duduk-duduk santai, aku selalu melihat ke arah sana sebelum memulai pelajaran dari jendela kelas, dan teman-teman sekelasku tau itu. Berarti kalau begitu 27 x 3 = 81, 8+1 = 9. Dan kalau misal tidak dikali melainkan dibagi, 27 : 3 = 9 juga." Kataku sambil menyeruput minuman.

"Sembilan.. Ehmm, absen sembilan di kelasmu siapa dek?" Tanya Mas Rievan.

"Garma.. Tapi masak iya." Heranku.

"Zena.. Mumpung ketemu disini, nitip Kartu Mahasiswa nya Garma ya, tadi ketinggalan di Perpustakaan." Lia Mahasiswi Jurusan Psikologi nitipin sebuah KTM padaku. Sejenak aku baca nama yang tertera di KTM itu sesaat setelah Lia berlalu.

Ganda Edgar Mahendra.

Lucu juga nama panjangnya dia. Senyumku terhenti seketika saat itu.

Ganda Edgar Mahendra?

                                                                          GDH
                                                                          AGE
                                                                          NAN
                                                                          DRD
                                                                          AMR
                                                                          EAA


Kalau dibaca dari atas kebawah lima huruf jadi Ganda,lalu bawah ke atas lima huruf jadi Edgar, terus sisanya delapan huruf yaitu Mahendra, dan huruf acak itu jadi...
  Ganda Edgar Mahendra.

"Masya Allah." Teriakku pelan dengan terkejut.

Mas Rievan pun menepuk-nepuk pundakku sambil ketawa "Akhirnya teka-teki itu terpecahkan berkat insting Detektif kita berdua."

Aku pun hanya tersenyum sembari tercengang masih tidak percaya. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Tertera pesan masuk dari Garma.

"Assalammu'alaikum, Zena, bisa ketemu sebentar di taman kampus?"

Tanpa aku balas. Aku pun beranjak menemuinya. Mas Rievan pun hanya bengong lihat aku berlalu tanpa berpamitan dengannya.

                                                                    000000

"Dasar, adik sepupuku yang satu itu. Kalau uda kelar masalahnya, selalu cabut gitu aja." Ucap Mas Rievan dengan manyun sambil menyeruput minuman yang aku tinggalin tadi disana.

Aku berdiri membelakangi sosok yang saat ini sedang duduk di atas Gazebo berwarna ungu. Dia pun menoleh sambil tersenyum padaku. Aku pun segera duduk disampingnya agak jauh.

Garma tersenyum melihatku yang daritadi masih memegang KTM nya.

"Zena uda tau ya." Ucapnya memulai pembicaraan.

"Maksud kamu apa Ma?" Jawabku.

"Afwan sebelumnya ya," Garma menunduk.

"Bukan itu yang aku permasalahkan, tapi kalimat demi kalimat yang kau tulis di kartu itu." Tanyaku lagi.

"Kamu pasti tau, apa yang aku maksud." Ucap Garma kemudian.

"Afwan Ma, aku ndak bisa. Kamu pasti tau alasanku. Aku rasa kamu lebih paham tentang ilmu Agama daripada aku. Dan kamu pasti tau maksud alasanku.Sadarkah jika kita sama-sama pengemban Dakwah?" Kataku sambil sedaritadi ku tundukkan pandanganku.

"Hemm , iya aku tau. Afwan ya Zee,, Astaghfirullahaladzim, aku sudah tergelincir dalam hal ini." Ucap Garma Lirih.

Kami berdua hanya terdiam disana sembari melihat para Mahasiswa berlalu lalang, di iringi daun-daun kering yang jatuh perlahan di sekitar kami. Suasana hening tanpa ada goresan kata lagi.

Diam.... Garma menatap langit sambil tersenyum pada Apa Yang Telah Menciptakannya.

Dan aku... Aku tetap menundukkan pandanganku sambil sesekali menatap langit yang terlihat tersenyum.. Tersenyum melihat kami disini..

Ya Allah... Satukan Ukhuwah kami sebagai Saudara Sesama Muslim sampai kapanpun...

Read More......
Rabu, 31 Oktober 2012 Posted in | | 0 Comments »


Namanya Ramadhan Azka Pratama, dan Meyka menyimpan baik nama itu di kepalanya. Bukan karena salam yang selalu diucapkan lelaki itu setiap kali bertemu tetapi karena tetesan embun sejuk yang selalu dia hadirkan dalam hidup Meyka.

Ramadhan Azka Pratama yang humoris namun santun itu sangatlah bijaksana dalam setiap apa-apa yang mampir di depan matanya. Hanya saja Meyka tak pernah tau apa yang sebenarnya ada di dalam hatinya.

Sosok lelaki itu begitu teguh menjaga pandangannya, begitu berhati-hati sikapnya, begitu lembut tutur katanya, namun tegas jika itu menyangkut tentang ajaran Agamanya!

Yahh seperti itulah Khadijah Meyka Febiola menilai sosok lelaki yang sempat dikaguminya. Goresan kata tak mampu ia tumpahkan lebih banyak hanya untuk berlemah-lemah mengharapnya. Karena Meyka telah mengambil langkah indah untuk menyimpan semuanya.

Mungkin Meyka bukan tipe Akhwat berkedok kawat yang dengan bangganya mengumbar rasanya. Tapi Meyka tak memungkiri rasa yang terlanjur ada. Itu Fitrah bukan? Apa salahnya jika muncul rasa itu? Akan tetapi kemunculannya tak akan pernah menggoyahkan Iman Meyka.

Sesekali rasa rindu itu menyeruak hingga ke puing-puing gumpalan hati yang sedang bekerja. Sesekali bayangan Azka melintas tanpa permisi di kepalanya. Sempat tersenyum penuh arti namun segera rasa takut di hati Meyka muncul. Rasa takut akan murka Tuhannya.

Sebenarnya apa yang sedang di rencanakan Sang Pencipta alam semesta untuk mereka? Tak ada yang tau, dan tak ada yang akan tau seperti apa. Hanya menanti, cahaya indah itu akan berhenti dimana.

Lantunan doa selalu dipanjatkan disetiap malam. Entah apa yang akan terjadi kemudian hari, namun doa itu selalu mengalun pasrah tanpa amarah.

Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati.. Insan manakah yang akan Engkau takdirkan untuk Ummat-MU berikutnya? Hanya dia yang baik lah yang akan dipasangkan dengan yang baik, begitu pula sebaliknya.

Tak ada protes apapun, hanya menerima dengan lapang, selapang Iman di dada. Hati yang selalu tertunduk atas apapun yang telah diterima.

Seperti Senja yang selalu indah dengan jingganya....
Seperti Malam yang selalu menyimpan setiap makian, umpatan bahkan pujian oleh makhluk yang bernama manusia atas takdir-NYA....
Seperti Fajar yang selalu tersenyum atas sinarnya...

Fa bi ayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan... Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan??

Dan nikmat ini tak akan pernah terdustakan.. Nikmat atas apa yang pernah mengetuk nurani... Atas maaf yang mengundang buliran airmata ini untuk terampuni...

Ampuni segala bentuk derap hati yang pernah mengendap diam-diam.. Ampuni segala khilaf goresan dosa yang sempat meringkik pelan... Biarkanlah ini tersimpan tanpa harus tersentuh oleh kebijakan syetan..

Biarkanlah untaian kata tentangmu,, senandung untukmu,, menyatu dengan udara... Agar senantiasa dirasakan tanpa harus merasa hilang...

Terpatri keinginan untuk bisa menyentuh hati yang terendap lara... Lara yang kian menunduk karena ke Istiqomahan hati tetap tunduk atas perintah-NYA.. Allah Subhanallahu Wata'ala...

Ya Rahman Ya Rahim, teguhkan hatiku diatas Agama-MU...

Read More......
Posted in | | 0 Comments »
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------